APLIKASI SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA PERAIRAN DALAM MENENTUKAN PREDIKSI PERUBAHAN GARIS PANTAI
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah pesisir merupakan salah satu sumber daya yang potensial di Indonesia. Wilayah pesisir memiliki pengertian suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Salah satu daerah yang
mempunyai wilayah pesisir adalah kota Semarang.
mempunyai wilayah pesisir adalah kota Semarang.
Indonesia membentang sejauh 5000km dari Sumatra di bagian barat hingga Irian Jaya di bagian timur. Indonesia merupaka negara archipelago (nusantara) terbesar didunia dengan luas teritorial daratan dan lautan kira-kira 7 ,7 juta km2, terdiri atas 17.500 pulau dengan garis pantai lebih dari 81.000 km, Indonesia memiliki garis pantai aktif yang potensial secara ekonomisnya dengan terbesa di dunia. Hampir 75 % wilayah terdiri dari perairan pesisir dan lautan termasu 3,1 juta km2 lautan teritorial dan archipelago serta 2 ,7 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif/ZEE
Garis pantai di Indonesia di wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil laut di ukur dari garis pantai ke arah laut lepas; dan/atau di lintas batas Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain. Untuk usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di lebih satu wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi dilintas kabupaten/kota; dan/atau di wilayah paling jauh 12 mil dari arah garis pantai ke laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan (Presiden RI, 2012).
Pantai adalah sebuah bentuk geografis yang terdiri dari pasir dan terdapat di daerah pesisir lauut atau bagian daratan yang terdekat dengan laut. Perbatasan daratan dengan laut seolah-olah membentuk suatu garis yang disebut garis pantai. panjang pantai ini di ukur mengelilingi seluruh pantai yang merupakan daerah teritorialsuatu negara. Indonesia merupakan negara berpantai terpanjang kedua setelah Kanada. Panjang garis pantai Indonesia tercatat sebesar 81.000 km (Chyntia, 2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
Disamping itu, daerah pesisir mempunyai dinamika lingkungan tinggi dengan proses fi sik banyak, kenaikan permukaan laut, penurunan tanah, dan erosi-sedimentasi. Proses tersebut memainkan peranan penting untuk perubahan garis pantai dan pengembangan landscape pesisir. Perubahan garis pantai dianggap salah satu proses yang paling dinamis di daerah pesisir (Marfai dkk., 2008; Bagli dan Soille, 2003; Mills dkk., 2005). Interaksi antara proses fi sik dan aktivitas manusia di zona pesisir menentukan karakteristik lingkungan pesisir. Diperkirakan bahwa sekitar 38% dari populasi dunia tinggal di daerah tidak lebih dari 100 km dari garis pantai (Cohen dkk., 1997; Kay dan Alder, 2005).
Meskipun perubahan garis pantai kadang-kadang menguntungkan, seperti pertambahan lahan untuk tujuan penggunaan lahan, namun demikian perubahan garis pantai juga dapat mengakibatkan kerugian dengan hilangnya lahan karena abrasi. Sebuah analisis dari informasi garis pantai diperlukan dalam desain perlindungan pantai, untuk mengkalibrasi dan memverifi kasi model numerik, untuk menilai tingkat kenaikan permukaan laut, untuk mengembangkan zona bahaya, untuk merumuskan kebijakan untuk mengatur pembangunan pesisir dan membantu dengan definisi batas properti dan penelitian mengenai pesisir (Boak dan Turner, 2005).
Dinamika pesisir yang tinggi akan membawa implikasi pada kehidupan dan pembangunan kawasan terutama pada perkembangan kota-kota pesisir (coastal city). Menurut Yunus (2002), ekspresi perkembangan kota yang bervariasi sebagian terjadi melalui proses tertentu yang dipengaruhi oleh faktor fisik dan non-fi sik. Faktor fisik berkaitan dengan keadaan topografi , struktur geologi, geomorfologi, perairan dan tanah, sedangkan faktor non-fi sik antara lain kegiatan penduduk (politik, sosial, budaya, teknologi), urbanisasi, peningkatan kebutuhan akan ruang, peningkatan jumlah penduduk, perencanaan tata ruang, perencanaan tata kota, zoning, peraturan pemerintah tentang bangunan, dan lain-lain. Perencanaan aksesibilitas, prasarana dan sarana transportasi serta pendirian fungsi-fungsi besar, seperti industri dan perumahan, mempunyai pengaruh yang besar terhadap perembetan fisik kota di area pinggiran. Peran dari pemerintah juga sangat mempengaruhi perkembangan fisik area pinggiran kota dimana kebijakan yang dilakukan dalam bentuk arahan pengembangan kota ataupun rencana tata ruang kota cenderung diarahkan untuk mengisi lahan dan ruang kosong di area pinggiran kota.
Pemodelan perubahan garis pantai dapat dilaksanakan dengan bantuan perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) dan data penginderaan jauh. Di wilayah kajian di pesisir pekalongan citra satelit diambil dari citra Geoeye pada tahun 2003, 2006 dan 2009 berdasarkan hasil dokumentasi Google Earth tahun 2011 (Gambar 2.1).
Gambar 2.1. Skema analisis kerentanan pengembangan wilayah pesisir
Citra yang digunakan tersebut memiliki resolusi 1.2 meter. Kemudian pada citra dilakukan proses mozaik dan geo-referencing untuk mendapatkan hasil yang tepat. Proses koreksi geometrik, penajaman serta penggabungan dilakukan untuk memaksimalkan tampilan citra untuk memudahkan proses intepretasi. Analisis kerentanan pengembangan wilayah pesisir dilakukan dengan integrasi data Digital Elevation Model (DEM) dan data kenaikan kenaikan muka air laut (Gambar 2.2) 
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.2. Citra QuickBird dan GeoEye tahun 2003 (a), 2006 (b) dan 2009 (c)
Proses ekstrasi garis pantai dilakukan dengan berdasarkan interpretasi citra Geoeye pada masing-masing tahun, sehingga dihasilkan ekstrasi garis pantai tahun 2003, 2006, dan 2009. Dikarenakan resolusi yang sangat detail (1,2 meter), maka dilakukan onscreen digitizing dan didetailkan dengan observasi lapangan menggunakan GPS.
Evaluasi terhadap perubahan garis pantai di lokasi penelitian dilakukan untuk melihat proses yang dominan terjadi, baik berupa abrasi maupun sedimentasi (akresi). Evaluasi dan proyeksi garis pantai menggunakan software ArcView 3.3 dengan extension DSAS. Prediksi terhadap garis pantai dilakukan komparasi berdasarkan data lampau (DSAS) dan berdasarkan skenario kenaikan permukaan air laut global (IPCC 2007) belum terdapat kajian yang memprediksikan kenaikan permukaan air laut di Pekalongan. Namun, perubahan muka air laut per tahun sebesar 6 mm pada dekade akhir-akhir ini dikemukakan oleh Pribadi (2008). Penelitian ini menggunakan skenario sea level rise sebesar 18 dan 59 cm sebagai angka minimum dan maksimum rata-rata kenaikan permukaan air laut global hingga tahun 2100.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.Wilayah pesisir merupakan salah satu daerah yang sangat potensial di Indonesia karena sebagian
besar wilayah Indonesia dikelilingi oleh laut.
2. Pantai adalah sebuah bentuk geografis yang terdiri dari
pasir dan terdapat di daerah pesisir laut
atau bagian daratan yang
terdekat dengan laut.
3. Meskipun perubahan garis pantai kadang-kadang
menguntungkan, seperti pertambahan lahan
untuk tujuan penggunaan lahan,
namun demikian perubahan garis pantai juga dapat
mengakibatkan kerugian
dengan hilangnya lahan karena abrasi
4. Pemodelan perubahan garis pantai dapat dilaksanakan
dengan bantuan perangkat Sistem
Informasi Geografis (SIG) dan data
penginderaan jauh.
Saran
1. Diperlukan perencanaan wilayah pesisir dengan memasukkan faktor sea level rise yang dapat
memberikan arahan pengembangan wilayah berbasis kerentanan terhadap bencana.
2. Wilayah-wilayah yang mengalami genangan pasang yang diakibatkan oleh pergeseran garis
pantai perlu dilakukan penanganan lebih lanjut termasuk didalamnya peninggian rumah dan
infrastruktur pendukung berdasarkan perhitungan prediksi kenaikan muka air laut di masa
mendatang. Selain itu, diperlukan peningkatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bagli, S., & Soille, P. 2003. Morhological automatic extraction of Pan-European coastline from Lan
dsat ETM+images. Proceeding International Symposium on GIS and Computer Cartography
for Coastal Zone Management, October 2003, Genova.
Boak, E.H., dan Turner, I.L. 2005. The Shoreline Detection-Definition Problem: A Review Journal
of Coastal Research 21 4: 688-703.
Chntia, Arum. 2009 Pantai Pesisir. http://www.scribd.com [9 April 2013].
Cohen, J.E., Small, C., Mellinger, J., Gallup, A. and Sachs, J. 1997. Estimates of Coastal Population
Science 278(5341): 1209–13.
Kay, Robert C., dan Alder, Jacqueline. 2005. 2nd Edition, Coastal Planning and Management. Spon
Press; London.
Marfai MA, King L. 2008. Tidal inundation mapping under enhanced land subsidence in Semarang,
Central Java Indonesia. Nat Hazards 44:93-109. DOI 10.1007/s11069-007-9144-z.
Mills, J. P., Buckley, S. J., Mitchell, H. L., Clarke, P. J., & Edwards, s. J. 2005. A geomatics data
integration technique for coastal change monitoring. Earth Surface Processes and Landfor
ms, 30, 651–664].
Presiden RI. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Li
ngkungan. http://jdih.menlh.go.id [9 April 2013].
Sunarto. 2001. Geomorfologi Kepesisiran dan Peranannya dalam Pembangunan Nasional Indone
sia Pidato Pengukuhan Jabatan Lektor Kepala pada Fakultas Geografi Universitas Gadjah
Mada tanggal 17 Oktober 2001. Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta.
Yunus, Hadi Sabari. 2002. edisi 2, Struktur Tata Ruang Kota, Pustaka Pelajar; Yogyakarta.